Kamis, 11 Mei 2017

Pancasila sebagai identitas

Pancasila sebagai identitas
sebuah negara sebagai peran dominan hubungan domestik maupun internasional mutlak untuk memiliki identitas nasional yang mewakili kepribadian bangsanya. Setiap negara akan memiliki identitas yang berbeda dengan negara lain, hal ini disebabkan karena national identity itu sendiri diserap dari nilai-nilai luhur, cita-cita bangsa, budaya dan agama yang dipercaya dalam tiap negara. Selain itu identitas nasional kebanyakan muncul karena faktor sejarah yang merasa senasib sepenangguan, sehingga memunculkan kemungkinan terjalinnya kerjasama antarkelompok identitas yang saling bertoleransi hingga lahirnya kesatuan konsep identitas nasional. Identitas nasional bagi bangsa Indonesia yang hingga kini tetap dipertahankan sebagai dasar negara adalah Pancasila yang memiliki makna mendalam bagi bangsa Indonesia.
  Alasan pancasila menjadi identitas bangsa
Pancasila sebagai Kepribadian dan  Identitas Nasional karena Bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa dari masyarakat internasional, memilki sejarah serta prinsip dalam hidupnya yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia .Tatkala bangsa Indonesia berkembang menuju fase nasionalisme modern, diletakanlah prinsip-prinsip dasar filsafat sebagai suatu asas dalam filsafat hidup berbangsa dan bernegara.
Prinsip-prinsip dasar itu ditemukan oleh para pendiri bangsa yang diangkat dari filsafat hidup bangsa Indonesia, yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat Negara yaitu Pancasila. Jadi, filsafat suatu bangsa dan Negara berakar pada pandangan hidup yang bersumber pada kepribadiannya sendiri.

 Dapat pula dikatakan pula bahwa pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan Negara Indonesia pada hakikatnya bersumber kepada nilai-nilai budaya dan keagamaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai kepribadian bangsa.

Faktor-Faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional bab 3

Faktor-Faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional

1. Faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional bangsa Indonesia meliputi:
· Faktor Objektif, yang meliputi faktor geografis-ekologis dan demografis
· Faktor Subjektif, yaitu faktor historis, social, politik, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia (Suryo, 2002)
2. Menurut Robert de Ventos, dikutip Manuel Castelles dalam bukunya “The Power of Identity” (Suryo, 2002), munculnya identitas nasional suatu bangsa sebagai hasil interaksi historis ada 4 faktor penting, yaitu:
· Faktor primer, mencakup etnisitas, territorial, bahasa, agama, dan yang sejenisnya.
· Faktor pendorong, meliputi pembangunan komunikasi dan teknologi, lahirnya angkatan bersenjata modern dan pembanguanan lainnya dalam kehidupan bernegara.
· Faktor penarik, mencakup modifikasi bahasa dalam gramatika yang resmi, tumbuhnya birokrasi, dan pemantapan sistem pendidikan nasional
· Faktor reaktif, pada dasarnya tercakup dalam proses pembentukan identitas nasional bangsa Indonesia yang telah berkembang dari masa sebelum bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan dari penjajahan bangsa lain.

Faktor pembentukan Identitas Bersama. Proses pembentukan bangsa- negara membutuhkan identitas-identitas untuk menyataukan masyarakat bangsa yang bersangkutan. Faktor-faktor yang diperkirakan menjadi identitas bersama suatu bangsa, yaitu :
· Primordial
· Sakral
· Tokoh
· Bhinneka Tunggal Ika
· Sejarah
· Perkembangan Ekonomi
· Kelembagaan


Faktor-faktor penting bagi pembentukan bangsa Indonesia sebagai berikut
1. Adanya persamaan nasib , yaitu penderitaan bersama dibawah penjajahan bangsa asing lebih kurang selama 350 tahun
2. Adanya keinginan bersama untuk merdeka , melepaskan diri dari belenggu penjajahan
3. 
Adanya kesatuan tempat tinggal , yaitu wilayah nusantara yang membentang dari Sabang sampai Merauke
4. Adanya cita-cita bersama untuk mencapai kemakmuran dan keadilan sebagai suatu bangsa
Cita- Cita, Tujuan dan Visi Negara Indonesia.
Bangsa Indonesia bercita-cita mewujudkan negara yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dengan rumusan singkat, negara Indonesia bercita-cita mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini sesuai dengan amanat dalam Alenia II Pembukaan UUD 1945 yaitu negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur.

Tujuan Negara Indonesia selanjutnya terjabar dalam alenia IV Pembukaan UUD 1945. Secara rinci sbagai berikut :
1. Melindungi seganap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
2. Memajukan kesejahteraan umum
3. Mencerdaskan Kehidupan bangsa
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan , perdamaian abadi, dan keadilan social.


            Adapun visi bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai , demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa dan berahklak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, mengausai ilmu pengetahuandan teknologi, serta memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin. Setelah tidak adanya GBHN makan berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka mengenah (RPJM) Nasional 2004-2009, disebutkan bahwa Visi pembangunan nasional adalah :
1. 
Terwujudnya kehidupan masyarakat , bangsa dan negara yang aman, bersatu, rukun dan damai.
2. Terwujudnya masyarakat , bangsa dan negara yang menjujung tinggi hukum, kesetaraan, dan hak asasi manusia.
3. Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan fondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan.



Minggu, 19 Maret 2017

pembelajaran pancasila sebagai sistem

bab 2
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan, dan pemikiran manusia  secara kritis, dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak di dalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen, dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi, dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu
Oleh karna itu pancasila sebagai filsafat adalah untuk pemersatu dari beberapa ilmu yang di kembangkan , karna pancasila yang menjadi dasar Negara sudah seharusnya karna yang menjadi kebijaksanaan pancasila itu sendiri oleh karna itu merupakan suatu kenyataan obyektif yang hidup dan berkembang dalam suatu masyarakat Indonesia

Jadi menurut pendapat saya filsafat dalam pancasila itu penting adanya karna sebagai suatu padangan hidup dalam berbangsa dan bernegara . sumber dari hukum Negara Indonesia saya menginginka supaya  filsafat tidak sukar untuk pelajari oleh setiap individu ., sebagai acuan dasar dalam mempelajari pancasila dalam filsafat

sumber

pentingnya pembelajaran kewarganegaraan

Tujuan pendidikan kewarganegaraan
Banyak kasus yang dijelaskan yang di timbulkan oleh kurangnya pendidikan kewarganegaraan pada individu  ini di akibatkan oleh masuknya budayan asing yang bercampur pada budaya  asli daerah , untuk itu di buat lah kurikulum yang menyangkut kewarganegaraan  serta di harapkan warga Indonesia dapat memahami menganalisa, dan menjawab masalah-masalah yang di hadapi oleh masyarakat , bangsa dan negaranya secra konsisten dan berkesinambungan dalam cita-cita dan tujuan bansa dan bernegara
Kewarganegaraan memiliki kemiripan dengan kebangsaan “nationality”. Perbedaannya adalah hak untuk aktif dalam politik. Hal ini dimungkinkan untuk memiliki kewarganegaraan tanpa warga negara (misalnya, oleh hukum adalah subyek suatu negara dan berhak atas perlindungan tanpa memiliki hak untuk berpartisipasi dalam politik). Hal ini juga memungkinkan untuk memiliki hak politik tanpa menjadi anggota sebuah negara bangsa.
warga negara adalah orang-orang bangsa indonesia asli dan orang –orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warganegara. Sedangkan, dalam Pasal 1 UU No. 22 tahun 1958 dinyatakan bahwa warganegara RI adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan dna atau perjanjian-perjanjian, dan atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak proklamasi 17 Agustus 1945 maka sudah menjadi warganegara RI.

Sabtu, 18 Maret 2017

pengertian K O N S T I T U A L I S M E

Kata konstitusi berasal dari bahasa Prancis “Constitur” yang berarti membentuk. Sedangkan dalam bahasa Belanda dikenal “Grondwel” yang berarti Undang-undang Dasar. Bahasa Jerman dikenal istilah “Grundgesetz”. Konstitusi memuat aturan-aturan pokok (fundamental) mengenai sendi-sendi yang diperlukan untuk berdirinya sebuah Negara. E.C.S Wade mengatakan bahwa yang dimaksud adalah “a document having a special legal sanctity which sets out the framework and the principal functions of the organs of government of a state and declares the principles governing the operation of those organs”. (naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu Negara dan menentukan pokok cara kerja badan tersebut).
Dalam terminology fiqh siyasah, istilah konstitusi dikenal dengan dustur, yang pada mulanya diartikan dengan seseorang yang memiliki otoritas, baik dalam bidang politik maupun agama. Dustur dalam konteks konstitusi berarti kumpulan kaidah yang mengatur dasar dan hubungan kerjasama antar sesama anggota masyarakat dalam sebuah Negara, baik yang tidak tertulis (konvensi) maupun yang tertulis (konstitusi). Lebih lanjut dijelaskan Abdul Wahab Khallaf, bahwa prinsip yang ditegakkan dalam perumusan undang-undang dasar(dustur) ini adalah jaminan atas hak-ahak asasi manusia setiap anggota masyarakat dan persamaan kedudukan semua orang di mata hukum, tanpa membeda-bedakan stratifikasi social, kekayaan, pendidikan dan agama. Jadi, dalam praktiknya, konstitusi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu tertulis (undang-undang) dasar dan yang tidak tertulis, atau dikenal juga dengan konvensi.
Secara garis besar, konstitusi memuat tiga hal, yaitu: pengakuan HAM,struktur ketatanegaraan yang mendasar dan pemisahan atau pembatasan kekuasaan. Selain itu dalam konstitusi juga harus terdapat pasal mengenai perubahan konstitusi.
Konstitusionalisme adalah faham mengenai pelembagaan pembatasan kekuasaan pemerintahan secara sistematis dalam sebuah konstitusi, dengan demikian indikator utama konstitusionalisme adalah adanya konstitusi. Secara terminologis, Bryce menyebut konstitusionalisme sebagai faham yang menghendaki agar kehidupan negara didasarkan pada konstitusi, sebagai kerangka masyarakat politik yang diorganisir berdasarkan hukum dan membentuk lembaga-lembaga permanen dengan tugas dan wewenang tertentu. Dalam konteks modern, kebutuhan akan naskah konstitusi tertulis merupakan keniscayaan, terutama dalam organisasi yang berbentuk badan hukum (legal entity) sebagaimana Brian Thompson yang menyatakan bahwa konstitusi adalah aturan tertulis yang harus dimiliki oleh setiap organisasi, demikian pula negara. Dan memang tidak dapat disangkal bahwa dewasa ini hampir semua negara memiliki naskah tertulis sebagai UUD (Kecuali Inggris, Selandia Baru dan Israel). Mark Tushnet menyebutkan bahwa fungsi konstitutif konstitusionalisme adalah keterkaitan antara konstitusi (constitution) ‘mati’ dengan konstituen (constituent) sebagai konstitusi yang ‘hidup’. Jika negara menganut kedaulatan rakyat maka sumber legitimasi konstitusi adalah rakyat. Hal inilah yang disebut constituent power atau kewenangan yang berada di luar sekaligus di atas sistem yang diaturnya.


Menurut William G. Andrew, basis pokok konstitusionalisme adalah kesepakatan umum atau persetujuan (consensus) di antara mayoritas rakyat mengenai bangunan yang diidealkan berkenaan dengan negara. Jika konsensus atau general agreement itu runtuh maka runtuh pula legitimasi kekuasaan negara yang bersangkutan. Tolok ukur tegaknya konstitusionalis-me yang lazim disebut prinsip limited government bersandar pada tiga elemen kesepakatan (general agreement) yaitu; kesepakatan tentang staatssidethe rule of law; dan format regiminis yaitu kesepakatan mengenai bentuk institusi dan prosedur ketatanegaraan berkenaan dengan bangunan organ negara dan prosedur yang mengatur kekuasaannya, hubungan antar organ negara itu satu sama lain, dan hubungan antar organ negara itu dengan warga negara.
Menurut Abdulkadir Besar Konstitusionalisme merupakan komponen intergral dari pemerintahan demokratik. Tanpa memberlakukan konstitusionalisme pada dirinya, pemerintahan demokratik tidak mungkin terwujud. Konstitusionalisme menurutnya memiliki dua arti yakni konstitusionalisme atri-statik dan arti-dinamik. konstitusionalisme artri-statik berkenaan dengan wujudnya sebagai ketentuan konstitusi yang meskipun bersifat normatif tetapi berkwalifikasi sebagai konsep dalam keadaan diam yang diinginkan untuk diwujukan. Paham Konstitusionalisme dalam arti-statik yang terkandung dalam konstitusi, mengungkapkan bahwa konstitusi itu merupakan kontrak sosial yang didasari oleh ex ante pactum (perjanjian yang ada sebelumnya)
Sedangkan konstitusionalisme dalam arti-dinamik rumusannya bersifat partikal, menunjukan interaksi antar komponennya, tidak sekedar rumusan yang bersifat yuridik normatif. Tetapi menurut Abdul Kadirbesar baik konstitusionalisme arti-dinamik bukanlah pengganti dari konstitusionalisme dalam arti-statik. Tiap konstitusi dari negara demokratik niscahaya mengandung konsep konstitusionalisme dalam arti-statik yang jenis pembatasannya berbentuk konsep keorganisasian negara dan ia merupakan salah satu komponen dari konstitusionalisme dalam arti-dinamik. Hal ini bererarti di dalam konstitusionalisme dalam arti-dinamik dengan sedirinya mencakup konstitusionalisme dalam arti-statik
Oleh karena itu, pada setiap negara hukum dapat dipastikan memiliki konstitusi, hal ini dikarenakan pada negara hukum, materi muatan hukum itu sendiri dituangkan dalam bentuk tertentu dengan struktur tertinggi yang berupa konstitusi, baik yang dituangkan dalam dokumen hukum tertulis (written constitutions) maupun tidak tertulis (unwritten constitutions). Hal ini berkaitan dengan Dalam pengertian konstitusi dalam arti sempit dan dalam arti luas. Pengertian konstitusi dalam arti sempit hanya meyangkut dokumen hukum saja, yang di dalam mengatur pembagian kekuasaan negara, fungsi, tugas antar lembaga dan hubungan atara kekuasaan pemerintah dengan hak-hak rakyat. Jika pada pengertian konstitusi dalam arti sempit hanya meyangkut dokumen hukum saja maka pengertian konstitusi dalam arti luas tidak hanya menyangkut dokumen hukum saja melainkan juga menyangkut aspek di luar hukum. Menurut Boligbroke konstitusi dalam arti luas adalah seluruh hukum, institusi dan kebiasaan yang dilalirkan dari prinsip-prinsip alasan yang pasti dan tertentu, yang membentuk seluruh sistem yang disepakati masyarakat untuk mengatur dirinya.
Untuk memahami sebuh materi muatan konstitusi, tidak hanya cukup dengan analisa constitusional doctrine, tetapi perlu adanya pendekatan historical dan institutionals. Hal ini diperlukan untuk melihat konstitusi secara keseluruhan secara utuh.[9] Akan tetapi, historical theories bukanalah hal yang paling utama didalam interpretasi konstitusi. Karena interpretasi konstitusi juga harus memahami prinsip-prinsip konstitusi yang sedang terjadi pada saat konstitusi berlaku. Hal ini berarti bagaimankah teks konstitusi dipahami dalam konteks konstitusi pada saat itu.

John Ferejohn mengatakan konstitusi haruslah dipahami secara historis dan cultural atau adanya historis dan cultural interpretation. Menurut John interpretasi konstitusi dapatlah dilakukan dengan bentuk backward-looking dan forward-looking. Backward-looking melihat konstitusi secara historis dan cultural untuk mengetahui kekuatan teks konstitusi. Sedangkan forward-looking dalam mempertimbangkan efek dari keadaan hukum atas fungsi sistem politik dan kehidupan masyarakat.

http://herybastyani.blogspot.co.id/2013/06/konstitualisme.html

pengertian K O N S T I T U A L I S M E

Kata konstitusi berasal dari bahasa Prancis “Constitur” yang berarti membentuk. Sedangkan dalam bahasa Belanda dikenal “Grondwel” yang berarti Undang-undang Dasar. Bahasa Jerman dikenal istilah “Grundgesetz”. Konstitusi memuat aturan-aturan pokok (fundamental) mengenai sendi-sendi yang diperlukan untuk berdirinya sebuah Negara. E.C.S Wade mengatakan bahwa yang dimaksud adalah “a document having a special legal sanctity which sets out the framework and the principal functions of the organs of government of a state and declares the principles governing the operation of those organs”. (naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu Negara dan menentukan pokok cara kerja badan tersebut).
Dalam terminology fiqh siyasah, istilah konstitusi dikenal dengan dustur, yang pada mulanya diartikan dengan seseorang yang memiliki otoritas, baik dalam bidang politik maupun agama. Dustur dalam konteks konstitusi berarti kumpulan kaidah yang mengatur dasar dan hubungan kerjasama antar sesama anggota masyarakat dalam sebuah Negara, baik yang tidak tertulis (konvensi) maupun yang tertulis (konstitusi). Lebih lanjut dijelaskan Abdul Wahab Khallaf, bahwa prinsip yang ditegakkan dalam perumusan undang-undang dasar(dustur) ini adalah jaminan atas hak-ahak asasi manusia setiap anggota masyarakat dan persamaan kedudukan semua orang di mata hukum, tanpa membeda-bedakan stratifikasi social, kekayaan, pendidikan dan agama. Jadi, dalam praktiknya, konstitusi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu tertulis (undang-undang) dasar dan yang tidak tertulis, atau dikenal juga dengan konvensi.
Secara garis besar, konstitusi memuat tiga hal, yaitu: pengakuan HAM,struktur ketatanegaraan yang mendasar dan pemisahan atau pembatasan kekuasaan. Selain itu dalam konstitusi juga harus terdapat pasal mengenai perubahan konstitusi.
Konstitusionalisme adalah faham mengenai pelembagaan pembatasan kekuasaan pemerintahan secara sistematis dalam sebuah konstitusi, dengan demikian indikator utama konstitusionalisme adalah adanya konstitusi. Secara terminologis, Bryce menyebut konstitusionalisme sebagai faham yang menghendaki agar kehidupan negara didasarkan pada konstitusi, sebagai kerangka masyarakat politik yang diorganisir berdasarkan hukum dan membentuk lembaga-lembaga permanen dengan tugas dan wewenang tertentu. Dalam konteks modern, kebutuhan akan naskah konstitusi tertulis merupakan keniscayaan, terutama dalam organisasi yang berbentuk badan hukum (legal entity) sebagaimana Brian Thompson yang menyatakan bahwa konstitusi adalah aturan tertulis yang harus dimiliki oleh setiap organisasi, demikian pula negara. Dan memang tidak dapat disangkal bahwa dewasa ini hampir semua negara memiliki naskah tertulis sebagai UUD (Kecuali Inggris, Selandia Baru dan Israel). Mark Tushnet menyebutkan bahwa fungsi konstitutif konstitusionalisme adalah keterkaitan antara konstitusi (constitution) ‘mati’ dengan konstituen (constituent) sebagai konstitusi yang ‘hidup’. Jika negara menganut kedaulatan rakyat maka sumber legitimasi konstitusi adalah rakyat. Hal inilah yang disebut constituent power atau kewenangan yang berada di luar sekaligus di atas sistem yang diaturnya.


Menurut William G. Andrew, basis pokok konstitusionalisme adalah kesepakatan umum atau persetujuan (consensus) di antara mayoritas rakyat mengenai bangunan yang diidealkan berkenaan dengan negara. Jika konsensus atau general agreement itu runtuh maka runtuh pula legitimasi kekuasaan negara yang bersangkutan. Tolok ukur tegaknya konstitusionalis-me yang lazim disebut prinsip limited government bersandar pada tiga elemen kesepakatan (general agreement) yaitu; kesepakatan tentang staatssidethe rule of law; dan format regiminis yaitu kesepakatan mengenai bentuk institusi dan prosedur ketatanegaraan berkenaan dengan bangunan organ negara dan prosedur yang mengatur kekuasaannya, hubungan antar organ negara itu satu sama lain, dan hubungan antar organ negara itu dengan warga negara.
Menurut Abdulkadir Besar Konstitusionalisme merupakan komponen intergral dari pemerintahan demokratik. Tanpa memberlakukan konstitusionalisme pada dirinya, pemerintahan demokratik tidak mungkin terwujud. Konstitusionalisme menurutnya memiliki dua arti yakni konstitusionalisme atri-statik dan arti-dinamik. konstitusionalisme artri-statik berkenaan dengan wujudnya sebagai ketentuan konstitusi yang meskipun bersifat normatif tetapi berkwalifikasi sebagai konsep dalam keadaan diam yang diinginkan untuk diwujukan. Paham Konstitusionalisme dalam arti-statik yang terkandung dalam konstitusi, mengungkapkan bahwa konstitusi itu merupakan kontrak sosial yang didasari oleh ex ante pactum (perjanjian yang ada sebelumnya)
Sedangkan konstitusionalisme dalam arti-dinamik rumusannya bersifat partikal, menunjukan interaksi antar komponennya, tidak sekedar rumusan yang bersifat yuridik normatif. Tetapi menurut Abdul Kadirbesar baik konstitusionalisme arti-dinamik bukanlah pengganti dari konstitusionalisme dalam arti-statik. Tiap konstitusi dari negara demokratik niscahaya mengandung konsep konstitusionalisme dalam arti-statik yang jenis pembatasannya berbentuk konsep keorganisasian negara dan ia merupakan salah satu komponen dari konstitusionalisme dalam arti-dinamik. Hal ini bererarti di dalam konstitusionalisme dalam arti-dinamik dengan sedirinya mencakup konstitusionalisme dalam arti-statik
Oleh karena itu, pada setiap negara hukum dapat dipastikan memiliki konstitusi, hal ini dikarenakan pada negara hukum, materi muatan hukum itu sendiri dituangkan dalam bentuk tertentu dengan struktur tertinggi yang berupa konstitusi, baik yang dituangkan dalam dokumen hukum tertulis (written constitutions) maupun tidak tertulis (unwritten constitutions). Hal ini berkaitan dengan Dalam pengertian konstitusi dalam arti sempit dan dalam arti luas. Pengertian konstitusi dalam arti sempit hanya meyangkut dokumen hukum saja, yang di dalam mengatur pembagian kekuasaan negara, fungsi, tugas antar lembaga dan hubungan atara kekuasaan pemerintah dengan hak-hak rakyat. Jika pada pengertian konstitusi dalam arti sempit hanya meyangkut dokumen hukum saja maka pengertian konstitusi dalam arti luas tidak hanya menyangkut dokumen hukum saja melainkan juga menyangkut aspek di luar hukum. Menurut Boligbroke konstitusi dalam arti luas adalah seluruh hukum, institusi dan kebiasaan yang dilalirkan dari prinsip-prinsip alasan yang pasti dan tertentu, yang membentuk seluruh sistem yang disepakati masyarakat untuk mengatur dirinya.
Untuk memahami sebuh materi muatan konstitusi, tidak hanya cukup dengan analisa constitusional doctrine, tetapi perlu adanya pendekatan historical dan institutionals. Hal ini diperlukan untuk melihat konstitusi secara keseluruhan secara utuh.[9] Akan tetapi, historical theories bukanalah hal yang paling utama didalam interpretasi konstitusi. Karena interpretasi konstitusi juga harus memahami prinsip-prinsip konstitusi yang sedang terjadi pada saat konstitusi berlaku. Hal ini berarti bagaimankah teks konstitusi dipahami dalam konteks konstitusi pada saat itu.

John Ferejohn mengatakan konstitusi haruslah dipahami secara historis dan cultural atau adanya historis dan cultural interpretation. Menurut John interpretasi konstitusi dapatlah dilakukan dengan bentuk backward-looking dan forward-looking. Backward-looking melihat konstitusi secara historis dan cultural untuk mengetahui kekuatan teks konstitusi. Sedangkan forward-looking dalam mempertimbangkan efek dari keadaan hukum atas fungsi sistem politik dan kehidupan masyarakat.
  
sumber http://herybastyani.blogspot.co.id/2013/06/konstitualisme.html



Minggu, 08 Januari 2017

arsitektur ramah lingkungan



Eden Project

Salah satu proyek yang dibiayai pemerintah, Eden Project, terletak di bekas penggalian tanah liat di Cornwall, Di semenanjung barat daya Inggris.
Rangkaian ketidak beraturan delapan buah setengah bola yang sangat besar dan saling berhubungan itu di berinama 'bioma' membentuk dua kelompok yang separu terbenam di dinding galian dan terhubung dengan sebuah restoran dan area pengurus perkebunan.
Bangunan ini berupakan ligkungan perkebunan buatan terbesar di dunia, yang dapat menampung berbagai hal, dimulai dari pohon-pohon besar hingga tanaman gurun dalam zona lingkungan yang bervariasi, yang kemudian dipelihara, sedapat mungkin, dengan teknologi berkelanjutan. dengan maksud serupa, bagian atap pada bangunan penghubung yang memuat restoran itu ditutup dengan terpal.
Sebelum dimulainya Eden Project, lahan tersebut digunakan sebagai lubang penggalian tanah liat. hal ini menumbulkan masalah pada lantai dasar struktur tersebut dan akhirnya diputuskan untunk menggunakan bentuk geodesik setengah lingkaran yang telah dipopulerkan oleh visioner Amerika, Buckminster Fuller.
Permintaan klien yang sangat penting adalah bahwa apapun bentuk struktur penutupnya rancangan itu harus memiliki tingkat penyerapan cahaya yang sangat tinggi. Ini berarti bahwa dibutuhkan kaca, atau sesuatu yang mirip kaca, dan struktu penopangya harus dibuat setipis dan seringan mungkin. Para insiyur dan arsitek telah mempelajari berbagai bentuk yang mungkin dan pada akhirnya sepakat menggunakan sistem rangka ruang (space frame) tiga dimensi dengan lapisan tunggal dan tanpa penguat.
Firma dari Jerman, Mero, memenangkan kontrak dengan menawarkan suatu sistem rangka trus dengan lapisan ganda yang lebih tradisional. Lapisan luar membentuk beberapa heksagon raksasa berdiameter 5 sampai 11 meter (16-36 kaki), sementara lapisan dalam dengan semi penguat merupakan kombinasi elemen heksagonal, pentagonal, dan segitiga yang dikenal dengan nama susunan hex-tri-hex. Kendati tidak terlalu berat, konfigurasi ini membutuhkan titik sambungan yang sangat banyak dan membuat proses prefabrikasi menjadi lebih kompleks sehingga lebih baik meminimalisasi jumlah titik-titik tersebut dengan memaksimalkan ukuran. Lapisan kaca akan membutuhkan heksagon yang lebih kecil serta beban yang sangat besar, dan juga menimbulkan masalah dalam hal perawatan dan penggantiannya. Tim desain akhirnya memutuskan untuk menggunakan sebuat struktur tiup dengan bantal yang dibentuk dari ETFE (ethyltetrafluoroethylene) berlapis-lapis.

ETFE merupakan ko-polimer yaitu hasil medifikasi yang dijejalkan ke dalam sebuah filim yang sangat tipis untuk menghasilkan tingkat penyerapan cahaya yang sangat tinggi, baik dalam rentang cahaya yang kasat mata maupun ultraviolet. Beratnya satu perseratus dari berat kaca, tetapi memliki kemampuan isolasi setara kaca berlapis dua. Karena permukaannya yang sangat halus dan bersifat tidak memiliki daya letak ETFE dapat dibersihkan sendiri. Tidak terpengaruh oleh cahaya ultrafiolet, polusi udara dan perubahan cuaca, ETFE dapat bertahan selama 40 tahun, seperti ditunjukan pada bangunan 'Burger Zoo' di Arnhem, Belanda. Selanjutnya bahan tersebut dapat diurakan dengan cara yang ramah lingkungan (biodegradable)







 sumber http://pustakaprabuadi.blogspot.co.id/2014/09/eden-project.html



arsitektur berkelanjutan



  • GEDUNG KEMENTRIAN PEKERJAAN UMUM INDONESIA
 merupakan salah satu gedung yang telah mendapatkan sertifikat Greenship Gold. Greenship merupakan tolak ukur bangunan hijau di Indonesia yang disusun oleh Green Building Council Indonesia (GBC Indonesia). Dengan diperolehnya sertifikat ini menjadikan gedung Kementrian Pekerjaan Umum Indonesia sebuah contoh positif dalam perkembangan arsitektur Indonesia. Gedung ini menggunakan konsep Green Building yang tidak jauh berbeda dengan bangunan lainnya, hanya terletak di efisiensi pengoperasian gedung. Salah satu efisiensi yang disematkan arsitek yang merancang bangunan ini adalah dapat menghemat listrik sampai 44% dan menghemat air 81%. Salah satu cara sang arsitek mengelola air yaitu dengan membuat penampungan air yang kemudian bisa dimanfaatkan untuk menyiram tanaman di area gedung, dengan begitu biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk membayar perusahaan air minum (PAM) atau membuat sumur galian dapat minimalkan. Menurut Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementrian Pekerjaan Umum, Danis Sumadilaga mengatakan “konsep green building tidak semata-mata berhubungan dengan tanam-tanaman hijau, meski hal tersebut merupakan salah satu hal penting yang ada di dalam konsep gedung ramah lingkungan itu. Intinya adalah dalam konteks gedung yang ramah terhadap lingkungan. Bukan hanya pohon saja, tapi bagaimana efisiensinya operasionalisasinya lebih murah. Walaupun awalnya lebih mahal investasi.”

kota berwawasan lingkungan

STOCKHOLM , SWEDIA

adalah ibu kota sekaligus merupakan kota terbesar di Swedia sekaligus di negara Nordik  dengan 914.909 tinggal di munisipalitas sekitar 1.4 juta di kawasan urban dan 2,2 juta di kawasan metropolitan Kawasan kota ini tersebar dengan 14 pulau-pulau di pantai tenggara di bibir Danau Mälaren Kawasan ini telah dihuni sejak Zaman Batu abad ke-6 SM dan didirikan sebagai kota tahun 1252 oleh Birger Jarl. Kota ini memiliki wilayah seluas 188 km².
Stockholm dinobatkan sebagai Ibu Kota Ramah Lingkungan Pertama di Eropa oleh Komisi Eropa pada 2010. Guna meraih gelar tersebut, dalam beberapa tahun terakhir,  Stockholm berinvestasi di beberapa sektor guna menciptakan model kota yang berkelanjutan.
Hasilnya, pada  2009, produksi gas rumah kaca Swedia turun 3,6 juta ton menjadi 60 juta ton dari level 2008. Tingkat polusi juga turun 17% dari tahun 1990. Jumlah total emisi gas rumah kaca dari industri transportasi domestik mencapai 20,3 juta ton, sementara emisi dari sektor energi mencapai 24,2 juta ton.
Inisiatif Program Lingkungan Stockholm menyediakan sistem transportasi yang efisien dan ramah lingkungan. Sekitar 670 juta perjalanan individu dilayani oleh jaringan yang didukung oleh lebih dari 2000 bis, 1000 gerbong kereta api dan berbagai jenis angkutan perkotaan (metro carriages).
Semua sistem transportasi publik tersebut menggunakan bahan bakar yang bersih dan ramah alam (clean energy). Semua layanan kereta – dan juga bis-bis perkotaan – dioperasikan dengan energi terbarukan. Mobil-mobil tradisional diganti dengan mobil-mobil ramah lingkungan yang jumlahnya kini mencapai hampir 100.000 armada.
Dari sisi regulasi, sejak 2006, Stockholm membebankan pajak emisi pada semua mobil yang terdaftar di Swedia yang masuk dan keluar pusat kota Stockholm di luar jam kantor. Kebijakan ini berhasil mengurangi emisi dan kepadatan lalu lintas sebesar 10-15%.
Di bidang energi, kota Stockholm memiliki tradisi pengelolaan sampah dan pengolahan energi dari limbah rumah tangga sejak berabad silam.
Dalam Rencana Pengelolaan Limbah Strategis (Strategic Waste Management Plan) untuk tahun 2008-2012, Stockholm berupaya meningkatkan jumlah limbah makanan yang dikumpulkan dan diolah.
Target kota ini adalah mengolah 35% limbah makanan yang berasal dari restoran dan toko kelontong – dan 10% limbah makanan rumah tangga.
Guna mencapai target tersebut, pemerintah memromosikan pengumpulan dan pemilahan limbah makanan yang berasal dari restoran. Saat ini, panas yang dihasilkan dari pengolahan limbah makanan digunakan untuk sistem pemanas ruangan rumah tangga dan sudah memasok lebih dari 70% rumah.
Sementara itu, dari sisi pengelolaan limbah, 25% limbah kota berhasil didaur ulang dan dikomposkan sehingga menciptakan sistem pengelolaan limbah yang efektif. Stockholm juga memiliki dua pusat pengelolaan air limbah yang mampu memasok air bagi 1 juta penduduk.
Air limbah diproses dengan teknologi canggih guna memisahkan unsur nitrogen dan fosfor. Standar pengelolaan air limbah ini melampaui Standar Pengelolaan Air Limbah Perkotaan yang ditetapkan oleh Uni Eropa.
Biogas yang dihasilkan oleh pabrik pengolahan air limbah ditingkatkan kualitasnya untuk digunakan sebagai bahan bakar bis umum, taksi dan kendaraan pribadi. Sementara panas yang dihasilkan dipakai untuk kebutuhan rumah tangga. Semua kebijakan ini saling terkait dan mendukung Stockholm menjadi Ibu Kota Hijau Pertama di Eropa.